Sumpah Pemuda juga Sumpah Kaisar
![](https://statik.unesa.ac.id/mandarin/thumbnail/df3bcdcb-03f8-48fb-b2c4-7ceacef45723.png)
Sumpah Pemuda juga Sumpah Kaisar, frasa tersebut boleh saja terbentuk didasarkan pada beberapa kisah sejarah yang mencatatkan upaya-upaya pemersatuan, terutama dalam membangun identitas sebuah bangsa. Dua peristiwa penting di belahan dunia yang berbeda, yakni Sumpah Pemuda (青年誓言) di Indonesia dan kebijakan standarisasi bahasa tulis oleh Qin Shi Huang (秦始皇) di Tiongkok, memiliki kesamaan dalam tujuan: memperkuat persatuan di antara keberagaman yang ada.
Sumpah Pemuda: Memperkuat Persatuan Lewat Bahasa
Pada tanggal 28 Oktober 1928, para pemuda Indonesia dari berbagai daerah berkumpul dalam Kongres Pemuda Kedua (第二青年代表大会). Mereka menyadari pentingnya persatuan di tengah keragaman bahasa, budaya, dan suku. Dari pertemuan ini lahirlah Sumpah Pemuda, yang terdiri dari tiga poin penting:
1. Bertanah air satu, Tanah Air Indonesia (印度尼西亚的土地).
2. Berbangsa satu, Bangsa Indonesia (印度尼西亚的民族).
3. Berbahasa satu, Bahasa Indonesia (印度尼西亚的语言).
Dengan ini, bahasa Indonesia (印尼语) diresmikan sebagai simbol identitas nasional, mengatasi sekat-sekat regionalisme, dan memperkuat semangat kebangsaan yang melampaui batasan suku. Ikrar tersebut menjadi tonggak sejarah yang kemudian mendasari perjuangan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan.
Qin Shi Huang: Menyatukan Tiongkok Lewat Standarisasi Bahasa
Di sisi lain, jauh sebelum Sumpah Pemuda, seorang pemimpin besar di Tiongkok, Qin Shi Huang (秦始皇), juga menghadapi tantangan serupa dalam mempersatukan bangsa. Setelah berhasil menaklukkan berbagai negara yang berseteru dan mendirikan Dinasti Qin (秦朝) pada tahun 221 SM, Qin Shi Huang menyadari bahwa tantangan sesungguhnya baru dimulai: menyatukan wilayah kekaisaran yang luas dengan perbedaan bahasa, ukuran, mata uang, dan administrasi yang beragam.
Salah satu kebijakan pentingnya adalah standarisasi bahasa tulis (文字标准化). Sebelumnya, setiap kerajaan memiliki sistem aksara mereka sendiri, yang menyulitkan komunikasi dan administrasi lintas wilayah. Qin Shi Huang menetapkan satu standar aksara yang dikenal sebagai xiaozhuan (小篆), atau “aksara kecil,” yang kemudian menjadi dasar dari sistem tulisan Mandarin (汉字) yang digunakan hingga saat ini. Melalui kebijakan ini, komunikasi menjadi lebih mudah, administrasi lebih efisien, dan identitas kebangsaan Tiongkok (中华民族) semakin kuat.
Selain standarisasi bahasa, Qin Shi Huang juga menstandarisasi mata uang (货币), satuan ukuran (度量衡), dan lebar jalan, untuk menciptakan keseragaman di seluruh kekaisarannya.
Mengapa Bahasa Penting dalam Persatuan Bangsa?
Baik melalui Sumpah Pemuda maupun kebijakan Qin Shi Huang, keduanya menyadari peran penting bahasa sebagai sarana untuk mempersatukan rakyat yang beragam. Di Indonesia, bahasa Indonesia (印尼语) menjadi bahasa pemersatu (统一语言) yang menyatukan berbagai suku bangsa di nusantara. Sementara di Tiongkok, aksara yang distandarisasi oleh Qin Shi Huang menyatukan berbagai negara kecil yang sebelumnya terpisah, meletakkan fondasi bagi identitas nasional Tiongkok.
Melalui bahasa, lahirlah rasa persatuan (团结的意识) yang kuat, menembus batas-batas etnis, regional, dan perbedaan lainnya. Kisah ini mengingatkan kita bahwa persatuan tidak selalu terbentuk hanya karena wilayah yang sama, tetapi juga karena adanya komitmen bersama, yang kadang diwujudkan lewat bahasa, ikrar, dan simbol-simbol lainnya.
Sejarah menunjukkan bahwa di balik kemajuan sebuah bangsa, ada tokoh-tokoh visioner yang memahami bahwa untuk menjadi kuat, sebuah bangsa harus bersatu. Sumpah Pemuda dan kebijakan standarisasi bahasa Qin Shi Huang adalah bukti bahwa persatuan sering kali dibangun di atas dasar bahasa yang menyatukan hati serta pikiran seluruh rakyat.
Gambar oleh Azeddine Behlouli dari Pixabay