Naga: Evolusi dan Representasi
![](https://statik.unesa.ac.id/mandarin/thumbnail/b90365c7-438e-455a-a129-4ccdb6f98f0e.png)
Dalam budaya Tiongkok, naga dikenal sebagai makhluk mitologis yang sangat dihormati dan dipuja. Dalam bahasa Indonesia, makhluk ini disebut "naga," sementara dalam bahasa Mandarin disebut 龙 (lóng), dan sebagian masyarakat Tionghoa menyebutnya "liong." Naga dianggap sebagai simbol kekuatan, keberuntungan, dan pelindung, serta memiliki peran penting dalam mitos dan kepercayaan tradisional.
Asal-usul dan Atribut Naga Tiongkok
Menurut legenda, naga adalah hasil dari penyembahan totem oleh berbagai suku di Tiongkok kuno. Naga Tiongkok bukanlah makhluk tunggal, melainkan memiliki sifat yang terinspirasi dari sembilan makhluk lainnya. Naga digambarkan memiliki mata seperti udang, tanduk seperti rusa, mulut besar seperti banteng, hidung seperti anjing, kumis seperti ikan lele, surai seperti singa, ekor panjang seperti ular, sisik seperti ikan, dan cakar seperti elang.
Legenda menyebutkan bahwa Kaisar Kuning (Huangdi 黄帝), pemimpin legendaris yang memimpin suku-suku di lembah Sungai Kuning, melancarkan serangkaian perang melawan sembilan suku di wilayah tersebut. Setelah mengalahkan suku-suku tersebut, Huangdi menggabungkan totem mereka ke dalam totem naga miliknya, sehingga menciptakan citra naga yang melambangkan kekuatan dan penyatuan.
Evolusi Citra Naga Tiongkok dari Masa ke Masa
1. Dinasti Shang (商朝) (1600–1046 SM)
Pada masa Dinasti Shang, naga digambarkan sebagai makhluk berkaki dua yang dianggap sebagai entitas supernatural. Naga pada periode ini dipuja sebagai kekuatan gaib yang membawa perlindungan.
2. Dinasti Zhou Awal (周朝) (1046–771 SM)
Pada masa Dinasti Zhou, citra naga mengalami perubahan besar dengan munculnya burung Phoenix sebagai simbol kekuasaan baru. Mahkota Phoenix membuat citra naga menjadi lebih feminin, artistik, dan mewakili energi yin.
3. Periode Musim Semi dan Gugur (春秋时期) (770–476 SM)
Citra naga pada periode ini menjadi lebih hidup, kuat, dan maskulin (yang). Naga kini digambarkan dengan empat cakar dan dianggap sebagai pertanda baik, sering kali dilukiskan dalam bentuk yang lebih dinamis.
4. Dinasti Qin (秦朝) (221–207 SM) dan Han (汉朝) (206 SM – 220 M)
Pada masa ini, citra naga mencapai bentuknya yang paling ikonik. Naga memiliki tanduk panjang, telinga lancip, cakar yang kuat, serta perut yang mirip ular. Kaisar Qin Shihuang, yang memproklamirkan dirinya sebagai "Putra Naga," memainkan peran besar dalam mengukuhkan naga sebagai simbol kekuasaan kerajaan.
5. Dinasti Sui (隋朝) (581–618) dan Tang (唐朝) (618–907)
Pada masa Dinasti Sui dan Tang, naga sering digambarkan dengan perut ikan mas, yang melambangkan keberhasilan dalam ujian sipil. Lulusan ujian sipil sering disebut sebagai "ikan mas yang melompati gerbang naga," sebuah metafora untuk pencapaian tinggi dalam karir.
6. Dinasti Song (宋朝) (960–1279) dan Yuan (元朝) (1271–1368)
Selama Dinasti Song dan Yuan, citra naga menjadi lebih sempurna secara artistik. Naga pada masa ini memainkan peran penting dalam lukisan tradisional Tiongkok, dengan estetika yang lebih tinggi dan penuh makna filosofis.
7. Dinasti Ming (明朝) (1368–1644) dan Qing (清朝) (1644–1911)
Pada masa Dinasti Ming dan Qing, naga menjadi simbol kekuasaan kaisar secara eksklusif. Hanya kaisar yang diperbolehkan menggunakan lambang naga, yang digambarkan dengan lima cakar pada Dinasti Qing, sebagai tanda kebesaran dan otoritas tertinggi.
Anak-anak Naga: Simbolisme Beragam Naga dalam Seni dan Budaya
Naga Tiongkok juga memiliki keturunan yang dikenal sebagai "anak-anak naga," masing-masing dengan karakteristik unik yang melambangkan berbagai aspek budaya dan kehidupan masyarakat Tiongkok. Berikut adalah beberapa anak naga terkenal:
Bixi (赑屃): Anak naga tertua yang berbentuk seperti kura-kura dengan gigi tajam, dikenal suka mengangkat benda berat. Bixi sering ditemukan pada makam dan monumen sebagai lambang kekuatan.
Qiuniu (囚牛): Naga bersisik kuning yang ahli dalam musik. Qiuniu sering menghiasi alat musik tradisional Tiongkok.
Yazi (睚眦): Naga dengan perut seperti ular dan kepala seperti macan tutul, dikenal suka bertarung dan membunuh. Yazi sering menghiasi gagang pedang sebagai lambang keberanian.
Chaofeng (嘲风): Naga yang penuh petualangan, sering ditemukan pada atap istana, melambangkan keberanian dan semangat penjelajahan.
Pulao (蒲牢): Dikenal karena suaranya yang keras, Pulao sering dijadikan pegangan lonceng besar di kuil-kuil.
Chiwen (螭吻): Naga yang tinggal di laut dan bersuara keras, sering menghiasi ujung atap istana sebagai pelindung dari roh jahat.
Bi’an (狴犴): Naga yang dikenal suka dengan masalah hukum dan sering terlihat di gerbang penjara, melambangkan keadilan.
Suanni (狻猊): Naga berbentuk singa yang suka duduk bersila dan mencium dupa, sering ditemukan di tempat pembakaran dupa di kuil Buddha.
Fuxi (负屃): Anak naga yang paling mirip dengan naga Tiongkok pada umumnya, sering ditemukan pada tablet batu sebagai lambang kekuatan dan perlindungan.
Penutup
Naga dalam budaya Tiongkok bukan hanya simbol kekuatan, tetapi juga menjadi representasi dari nilai-nilai spiritual, kekaisaran, dan estetika artistik. Melalui evolusi citranya dari Dinasti Shang hingga Dinasti Qing, naga bertransformasi dari entitas supernatural menjadi simbol kekuasaan tertinggi dan seni yang penuh makna. Tidak hanya sebagai makhluk mitologis, naga Tiongkok juga menjadi bagian penting dari identitas budaya dan sejarah panjang peradaban Tiongkok.
Gambar oleh M. Harris dari Pixabay