Fenomena Sound Horeg yang Ramai sama dengan Rènàonya Tiongkok
![](https://statik.unesa.ac.id/mandarin/thumbnail/f0131f18-d92b-4c38-8496-9f73aebc915c.png)
Sound Horeg: Fenomena Keramaian Lokal yang belakangan ini sedang banyak diperbincangkan oleh warganet membuat para pembelajar bahasa Mandarin setidaknya teringat dengan budaya Petasan di Tiongkok, yang keduanya punya persamaan dengan kata sifat "ramai"
1. Sound Horeg
Sound horeg adalah fenomena unik di Jawa yang memadukan budaya lokal dengan teknologi modern melalui penggunaan sound system besar yang menghasilkan suara menggelegar. Berawal di Malang, fenomena ini menjadi viral dan sering muncul dalam acara seperti pesta desa dan karnaval. Meski menambah keseruan dan menjadi hiburan alternatif, suara keras dari sound horeg adapula yang mengganggu ketenangan warga sekitar, seperti kasus di Desa Babatan, Demak, di mana warga bahkan terpaksa merusak pagar agar truk sound horeg bisa lewat, atau kaca jendela rumah pecah ketika sound horeg lewat. Fenomena ini mencerminkan kegemaran masyarakat akan suasana ramai meski menimbulkan kontroversi.
2. Keramaian dan Petasan (爆竹) dalam Budaya Tiongkok
Sama seperti sound horeg yang mengutamakan "keramaian," budaya Tiongkok juga memiliki unsur yang sangat menghargai suasana ramai dan meriah. Dalam bahasa Mandarin, istilah seperti "热热闹闹" (re'renao'nao) langsung mengingatkan orang pada suasana yang penuh semangat dan hidup. Suasana "ramai" dianggap membawa kemakmuran dan keberuntungan, sementara suasana sepi justru sering dikaitkan dengan kemunduran dan kesialan.
Petasan (鞭炮, biānpào), yang sering juga disebut "爆竹" (bàozhú), merupakan salah satu bentuk ekspresi budaya ramai di Tiongkok. Pada awalnya, petasan digunakan untuk mengusir roh jahat, namun sekarang lebih banyak digunakan sebagai bagian dari perayaan Tahun Baru Imlek dan berbagai upacara penting lainnya. Petasan-petasan ini dinyalakan untuk memeriahkan acara dan menyemarakkan suasana, seperti dalam pernikahan, pembukaan toko, atau bahkan saat upacara pemakaman.
Menurut legenda, petasan berasal dari praktik membakar bambu untuk menghasilkan suara keras yang menakutkan. Tradisi ini kemudian berkembang saat Tiongkok menemukan bubuk mesiu dan mulai memproduksi petasan dalam berbagai jenis, dari “响炮” (xiǎngpào) yang mengeluarkan suara keras hingga “地老鼠” (dì lǎoshǔ), yaitu petasan yang berputar di tanah.
3. Kontroversi di Balik Tradisi Keramaian
Seperti sound horeg, petasan di Tiongkok kini menghadapi kontroversi. Seiring berkembangnya kehidupan urban, petasan mulai dibatasi penggunaannya di banyak kota besar karena masalah polusi suara dan lingkungan. Meski demikian, dalam masyarakat pedesaan, tradisi ini masih sangat dijaga dan menjadi lambang dari kegembiraan dan kesuksesan. Beberapa orang meyakini bahwa mengurangi petasan berarti melupakan nilai-nilai tradisional, sementara yang lain merasa bahwa perayaan perlu lebih sesuai dengan kondisi urban saat ini.
Sound horeg dan petasan adalah dua contoh bagaimana budaya di seluruh dunia menyambut "keramaian" dalam bentuk yang berbeda namun bermakna. Baik dalam konteks festival Jawa maupun perayaan Tiongkok, keramaian membawa warna tersendiri bagi kehidupan masyarakat.
Gambar oleh Horst Höllinger dari Pixabay