Batik Fashion Tionghoa Peranakan di Indonesia
Pada pertengahan abad ke-19, sekitar tahun 1860-an, komunitas Tionghoa Peranakan mulai terbentuk di Hindia Belanda, yang sekarang kita kenal sebagai Indonesia. Komunitas ini muncul dari hasil pernikahan pria Tionghoa dengan perempuan lokal Indonesia. Dari sinilah lahir kelompok masyarakat unik yang membawa warisan budaya Tionghoa dan lokal secara harmonis, termasuk dalam hal fashion.
Batik Lokcan dari Indramayu dan vas dari Tiongkok
Batik Mega Mendung khas Cirebon dan piring porselen Tiongkok
Batik Belanda, Batik Buketan, dan vas enamel Tiongkok
Batik Naga dari Lasem dan vas dari Tiongkok
Babah dan Pakaian Sehari-hari
Pria Tionghoa Peranakan atau yang dikenal dengan sebutan "Babah" atau "Babeh" merupakan sosok penting dalam sejarah komunitas ini. Menariknya, kata "Babah" berasal dari bahasa Persia "Baba", yang diadaptasi oleh orang Melayu. Pada abad ke-18 hingga awal abad ke-20, Babah umumnya berprofesi sebagai pedagang keliling, menjalani kehidupan sehari-hari dengan mengenakan pakaian tradisional khas mereka: baju Tuikim dan celana Pangsi.
Baju Tuikim, yang dikenal juga sebagai "baju Tikim" oleh masyarakat Betawi, adalah cikal bakal dari baju Koko yang populer saat ini. Ciri khas baju ini adalah bukaan tengah dengan lima kancing, sering dipadukan dengan celana komprang yang longgar dan nyaman. Sebelum tahun 1910, Babah hanya diizinkan memakai pakaian tradisional Tionghoa dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini karena aturan pemerintah Hindia Belanda yang ketat, di mana setiap ras diwajibkan mengenakan pakaian yang mencerminkan identitas rasialnya.
Namun, segalanya mulai berubah pada tahun 1910 dengan diterbitkannya peraturan "Wet op het Nederlandsch Onderdaan". Aturan ini bertujuan untuk merangkul Tionghoa Peranakan sebagai subjek Belanda, memberikan mereka hak-hak istimewa layaknya orang Eropa, termasuk kebebasan mengenakan busana Barat (西方服装). Perubahan ini sebenarnya berakar pada kebijakan pemerintah Dinasti Qing (清朝) pada tahun 1909, yang menganggap semua orang Tionghoa di seluruh dunia sebagai warga Kerajaan Qing (大清国), dan berharap dukungan finansial dari para perantau Tionghoa.
Nyonya dan Kebaya Encim
Tidak hanya pria, wanita Tionghoa Peranakan juga memainkan peran penting dalam perkembangan fashion di Indonesia. Perempuan Tionghoa Peranakan, yang disebut Nyonya (娘惹), awalnya mengenakan pakaian serupa dengan perempuan pribumi, yakni baju panjang dan sarung batik (蜡染纱笼). Namun, seiring waktu dan setelah peraturan tahun 1910, gaya berpakaian Nyonya mulai beradaptasi dengan kebaya (峇峇雅) yang dikenakan perempuan Belanda.
Kebaya Encim, yang dikenakan oleh para Nyonya, pada awalnya terinspirasi dari kebaya putih Eropa dengan hiasan renda. Namun, karena warna putih sering diasosiasikan dengan perkabungan dalam tradisi Tionghoa (葬礼白色), kebaya tersebut kemudian mengalami perubahan. Mulailah kebaya diberi sulaman warna-warni (刺绣) dan desain yang dilubangi agar tetap mirip renda, namun lebih berwarna dan ceria. Inilah cikal bakal kebaya Encim yang kita kenal sekarang, dengan warna-warna cerah dan sulaman indah.
Batik Pesisir dan Pengaruh Tionghoa Peranakan
Selain kebaya, Tionghoa Peranakan juga memberikan pengaruh besar pada seni batik di Indonesia, terutama di daerah pesisir. Batik pesisir (海岸蜡染), berbeda dengan batik pedalaman seperti Yogyakarta dan Solo yang cenderung menggunakan motif abstrak, geometris, dan warna kecokelatan, batik pesisir tampil lebih naturalis dan berwarna cerah. Motif-motif batik pesisir sering kali terinspirasi dari alam, bunga-bunga, dan hewan, mencerminkan perpaduan budaya lokal dengan pengaruh Tionghoa.
Relevansi Fashion Tionghoa Peranakan Saat Ini
Melihat warisan fashion dari komunitas Tionghoa Peranakan, tak bisa dipungkiri bahwa pengaruh mereka masih terasa hingga kini. Fashion ini tidak hanya menjadi bagian dari sejarah, tetapi juga inspirasi bagi tren modern. Lihat saja bagaimana baju Koko yang berasal dari baju Tuikim tetap populer sebagai pakaian formal dan santai, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Kebaya Encim juga tetap bertahan sebagai busana tradisional yang elegan, bahkan sering digunakan dalam acara-acara formal.
Batik pesisir dengan motif-motif cerahnya kini semakin diminati oleh para pecinta fashion modern yang ingin tampil beda namun tetap kental dengan unsur budaya. Baju-baju bergaya Peranakan ini memberikan nuansa klasik yang tetap relevan dan dapat dikombinasikan dengan gaya fashion masa kini.
Kesimpulannya, fashion Tionghoa Peranakan adalah salah satu warisan budaya yang kaya dan dinamis. Dari Babah dengan baju Tuikim hingga Nyonya dengan kebaya Encim, pengaruh mereka dalam fashion Indonesia terus berkembang seiring waktu. Tidak hanya menjadi bagian dari sejarah, tetapi juga inspirasi bagi generasi modern untuk mengapresiasi dan mengadaptasi gaya berpakaian tradisional ke dalam kehidupan sehari-hari.
Sumber Foto Thumbnail: Link